Hukum Hutang Puasa Ramadhan Beberapa Tahun Belum Diqadha
Apa hukum buat orang yang mempunyai hutang ramadhan sebagian tahun, dan juga belum diqadha sampai saat ini. mohon penjelasannya. matur nuwun
jawab:
bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
allah membolehkan, untuk orang yang tidak sanggup melangsungkan puasa, baik karna sakit yang terdapat harapan sembuh ataupun safar ataupun karena yang lain, buat tidak berpuasa, dan juga ditukar dengan qadha di luar ramadhan. allah berfirman,
فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
barangsiapa diantara kalian terdapat yang sakit ataupun dalam ekspedisi (kemudian dia berbuka) , hingga (wajiblah menurutnya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari - hari yang lain. (qs. al - baqarah: 184)
setelah itu, para ulama mengharuskan, untuk orang yang mempunyai hutang puasa ramadhan, sedangkan ia masih sanggup melakukan puasa, supaya melunasinya saat sebelum tiba ramadhan selanjutnya. bersumber pada penjelasan a’isyah radhiyallahu ‘anha,
كَانَ يَكُونُ عَلَيَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ، فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِيَ إِلَّا فِي شَعْبَانَ
dahulu aku sempat mempunyai utang puasa ramadhan. tetapi aku tidak sanggup melunasinya kecuali di bulan sya’ban. (hr. bukhari 1950 dan juga muslim 1146)
dalam riwayat muslim ada ekstra,
الشُّغْلُ بِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
‘karena dia padat jadwal melayani rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. ’
a’isyah, istri tercinta nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa siap sedia buat melayani suaminya, kapanpun suami tiba. sampai - sampai a’isyah tidak mau hajat suaminya tertunda gara - gara dia lagi qadha puasa ramadhan. sampai dia akhirkan qadhanya, hingga bulan sya’ban, dan juga itu peluang terakhir buat qadha.
al - hafidz ibnu hajar berkata,
وَيؤْخَذ مِنْ حِرْصهَا عَلَى ذلك في شَعْبَان: أَنَّهُ لا يجُوز تَأْخِير الْقَضَاء حَتَّى يدْخُلَ رَمَضَان آخر
disimpulkan dari semangatnya a’isyah buat mengqadha puasa di bulan sya’ban, menampilkan kalau tidak boleh mengakhirkan qadha puasa ramadhan, sampai masuk ramadhan selanjutnya. (fathul bari, 4/191).
gimana bila belum diqadha sampai tiba ramadhan selanjutnya?
sebagian ulama membagikan rincian berikut,
kesatu, menunda qadha karna udzur, semisal kelupaan, sakit, berbadan dua, ataupun udzur yang lain. dalam keadaan ini, ia cuma berkewajiban qadha tanpa wajib membayar kaffarah. karna ia menunda di luar kemampuannya.
imam ibnu baz rahimahullah sempat ditanya tentang orang yang sakit sepanjang 2 tahun. sampai - sampai utang ramadhan sebelumnya tidak dapat diqadha sampai masuk ramadhan selanjutnya.
jawaban yang dia sampaikan,
ليس عليها إطعام إذا كان تأخيرها للقضاء بسبب المرض حتى جاء رمضان آخر ، أما إن كانت أخرت ذلك عن تساهل ، فعليها مع القضاء إطعام مسكين عن كل يوم
ia tidak harus membayar kaffarah, bila ia mengakhirkan qadha diakibatkan sakitnyam sampai tiba ramadhan selanjutnya. tetapi bila ia mengakhirkan qadha karna menyangka remeh, hingga ia harus qadha dan juga bayar kaffarah dengan berikan makan orang miskin beberapa hari utang puasanya.
sumber: http: //www. binbaz. org. sa/mat/572/
kedua, terencana menunda qadha sampai masuk ramadhan selanjutnya, tanpa udzur ataupun karna menyepelehkan. terdapat 3 hukum buat permasalahan ini:
hukum qadha tidak lenyap. maksudnya senantiasa harus qadha, sekalipun sudah melewati ramadhan selanjutnya. ulama setuju hendak perihal ini.
kewajiban bertaubat. karna orang yang secara terencana menunda qadha tanpa udzur sampai masuk ramadhan selanjutnya, tercantum wujud menunda kewajiban, dan juga itu terlarang. sampai - sampai ia melaksanakan pelanggaran. karna itu, ia wajib bertaubat.
apakah ia wajib membayar kaffarah atas keterlambatan ini?
penggalan ini yang diperselisihkan ulama.
komentar kesatu, ia harus membayar kaffarah, ini merupakan komentar kebanyakan ulama.
as - syaukani menarangkan,
وقوله صلى الله عليه وسلم: “ويطعم كل يوم مسكينًا”: استدل به وبما ورد في معناه مَن قال: بأنها تلزم الفدية من لم يصم ما فات عليه في رمضان حتى حال عليه رمضان آخر، وهم الجمهور، ورُوي عن جماعة من الصحابة؛ منهم: ابن عمر، وابن عباس، وأبو هريرة. وقال الطحاوي عن يحيى بن أكثم قال: وجدته عن ستة من الصحابة، لا أعلم لهم مخالفًا
sabda nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “dia wajib membayar fidyah dengan berikan makan orang miskin”, hadis ini dan juga hadis semisalnya, diperuntukan dalil ulama yang berkomentar kalau harus membayar fidyah untuk orang yang belum mengqadha ramadhan, sampai masuk ramadhan selanjutnya. dan juga ini merupakan komentar kebanyakan ulama, dan juga komentar yang diriwayatkan dari sebagian teman, antara lain ibnu umar, ibnu abbas, dan juga abu hurairah.
at - thahawi mengatakan riwayat dari yahya bin akhtsam, yang berkata,
وجدته عن ستة من الصحابة، لا أعلم لهم مخالفًا
saya jumpai komentar ini dari 6 teman, dan juga saya tidak mengenali terdapatnya teman lain yang mengingkarinya. (nailul authar, 4/278)
komentar kedua, ia cuma harus qadha dan juga tidak harus kaffarah. ini komentar an - nakhai, abu hanifah, dan juga para ulama hanafiyah. dalilnya merupakan firman allah,
فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
barangsiapa yang sakit ataupun dalam ekspedisi (kemudian dia berbuka) , hingga (wajiblah menurutnya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari - hari yang lain. (qs. al - aqarah: 184)
dalam ayat ini, allah tidak mengatakan fidyah sama sekali, dan juga cuma mengatakan qadha.
imam al - albani sempat ditanya tentang kewajiban kaffarah untuk orang yang menunda qadha sampai tiba ramadhan selanjutnya. jawaban dia,
هناك قول، ولكن ليس هناك حديث مرفوع
terdapat yang berkomentar demikian, tetapi tidak terdapat hadis marfu’ (sabda nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) di situ. (al - mausu’ah al - fiqhiyah al - muyassarah, 3/327).
demikian,
allahu a’lam.
dijawab oleh: ustadz ammi nur baits (dewan pembina konsultasisyariah. com)
( sumber: http:// www. killawakilta. info/2017/04/hukum-hutang-puasa-ramadhan-beberapa. html )
jawab:
bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
allah membolehkan, untuk orang yang tidak sanggup melangsungkan puasa, baik karna sakit yang terdapat harapan sembuh ataupun safar ataupun karena yang lain, buat tidak berpuasa, dan juga ditukar dengan qadha di luar ramadhan. allah berfirman,
فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
barangsiapa diantara kalian terdapat yang sakit ataupun dalam ekspedisi (kemudian dia berbuka) , hingga (wajiblah menurutnya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari - hari yang lain. (qs. al - baqarah: 184)
setelah itu, para ulama mengharuskan, untuk orang yang mempunyai hutang puasa ramadhan, sedangkan ia masih sanggup melakukan puasa, supaya melunasinya saat sebelum tiba ramadhan selanjutnya. bersumber pada penjelasan a’isyah radhiyallahu ‘anha,
كَانَ يَكُونُ عَلَيَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ، فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِيَ إِلَّا فِي شَعْبَانَ
dahulu aku sempat mempunyai utang puasa ramadhan. tetapi aku tidak sanggup melunasinya kecuali di bulan sya’ban. (hr. bukhari 1950 dan juga muslim 1146)
dalam riwayat muslim ada ekstra,
الشُّغْلُ بِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
‘karena dia padat jadwal melayani rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. ’
a’isyah, istri tercinta nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa siap sedia buat melayani suaminya, kapanpun suami tiba. sampai - sampai a’isyah tidak mau hajat suaminya tertunda gara - gara dia lagi qadha puasa ramadhan. sampai dia akhirkan qadhanya, hingga bulan sya’ban, dan juga itu peluang terakhir buat qadha.
al - hafidz ibnu hajar berkata,
وَيؤْخَذ مِنْ حِرْصهَا عَلَى ذلك في شَعْبَان: أَنَّهُ لا يجُوز تَأْخِير الْقَضَاء حَتَّى يدْخُلَ رَمَضَان آخر
disimpulkan dari semangatnya a’isyah buat mengqadha puasa di bulan sya’ban, menampilkan kalau tidak boleh mengakhirkan qadha puasa ramadhan, sampai masuk ramadhan selanjutnya. (fathul bari, 4/191).
gimana bila belum diqadha sampai tiba ramadhan selanjutnya?
sebagian ulama membagikan rincian berikut,
kesatu, menunda qadha karna udzur, semisal kelupaan, sakit, berbadan dua, ataupun udzur yang lain. dalam keadaan ini, ia cuma berkewajiban qadha tanpa wajib membayar kaffarah. karna ia menunda di luar kemampuannya.
imam ibnu baz rahimahullah sempat ditanya tentang orang yang sakit sepanjang 2 tahun. sampai - sampai utang ramadhan sebelumnya tidak dapat diqadha sampai masuk ramadhan selanjutnya.
jawaban yang dia sampaikan,
ليس عليها إطعام إذا كان تأخيرها للقضاء بسبب المرض حتى جاء رمضان آخر ، أما إن كانت أخرت ذلك عن تساهل ، فعليها مع القضاء إطعام مسكين عن كل يوم
ia tidak harus membayar kaffarah, bila ia mengakhirkan qadha diakibatkan sakitnyam sampai tiba ramadhan selanjutnya. tetapi bila ia mengakhirkan qadha karna menyangka remeh, hingga ia harus qadha dan juga bayar kaffarah dengan berikan makan orang miskin beberapa hari utang puasanya.
sumber: http: //www. binbaz. org. sa/mat/572/
kedua, terencana menunda qadha sampai masuk ramadhan selanjutnya, tanpa udzur ataupun karna menyepelehkan. terdapat 3 hukum buat permasalahan ini:
hukum qadha tidak lenyap. maksudnya senantiasa harus qadha, sekalipun sudah melewati ramadhan selanjutnya. ulama setuju hendak perihal ini.
kewajiban bertaubat. karna orang yang secara terencana menunda qadha tanpa udzur sampai masuk ramadhan selanjutnya, tercantum wujud menunda kewajiban, dan juga itu terlarang. sampai - sampai ia melaksanakan pelanggaran. karna itu, ia wajib bertaubat.
apakah ia wajib membayar kaffarah atas keterlambatan ini?
penggalan ini yang diperselisihkan ulama.
komentar kesatu, ia harus membayar kaffarah, ini merupakan komentar kebanyakan ulama.
as - syaukani menarangkan,
وقوله صلى الله عليه وسلم: “ويطعم كل يوم مسكينًا”: استدل به وبما ورد في معناه مَن قال: بأنها تلزم الفدية من لم يصم ما فات عليه في رمضان حتى حال عليه رمضان آخر، وهم الجمهور، ورُوي عن جماعة من الصحابة؛ منهم: ابن عمر، وابن عباس، وأبو هريرة. وقال الطحاوي عن يحيى بن أكثم قال: وجدته عن ستة من الصحابة، لا أعلم لهم مخالفًا
sabda nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “dia wajib membayar fidyah dengan berikan makan orang miskin”, hadis ini dan juga hadis semisalnya, diperuntukan dalil ulama yang berkomentar kalau harus membayar fidyah untuk orang yang belum mengqadha ramadhan, sampai masuk ramadhan selanjutnya. dan juga ini merupakan komentar kebanyakan ulama, dan juga komentar yang diriwayatkan dari sebagian teman, antara lain ibnu umar, ibnu abbas, dan juga abu hurairah.
at - thahawi mengatakan riwayat dari yahya bin akhtsam, yang berkata,
وجدته عن ستة من الصحابة، لا أعلم لهم مخالفًا
saya jumpai komentar ini dari 6 teman, dan juga saya tidak mengenali terdapatnya teman lain yang mengingkarinya. (nailul authar, 4/278)
komentar kedua, ia cuma harus qadha dan juga tidak harus kaffarah. ini komentar an - nakhai, abu hanifah, dan juga para ulama hanafiyah. dalilnya merupakan firman allah,
فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
barangsiapa yang sakit ataupun dalam ekspedisi (kemudian dia berbuka) , hingga (wajiblah menurutnya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari - hari yang lain. (qs. al - aqarah: 184)
dalam ayat ini, allah tidak mengatakan fidyah sama sekali, dan juga cuma mengatakan qadha.
imam al - albani sempat ditanya tentang kewajiban kaffarah untuk orang yang menunda qadha sampai tiba ramadhan selanjutnya. jawaban dia,
هناك قول، ولكن ليس هناك حديث مرفوع
terdapat yang berkomentar demikian, tetapi tidak terdapat hadis marfu’ (sabda nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) di situ. (al - mausu’ah al - fiqhiyah al - muyassarah, 3/327).
demikian,
allahu a’lam.
dijawab oleh: ustadz ammi nur baits (dewan pembina konsultasisyariah. com)
( sumber: http:// www. killawakilta. info/2017/04/hukum-hutang-puasa-ramadhan-beberapa. html )